Banyak yang bilang produk buatan dalam negeri masih kalah jauh dibanding merek ternama buatan luar negeri. Tragis memang, karena pada kenyataannya, masih sedikit sekali barang-barang yang memang asli buatan anak negeri. Pertanyaannya adalah, jika masyarakatnya saja tidak loyal dan masih ogah menggunakan produk dalam negeri, lalu bagaimana bisa industri produk asli Indonesia bisa semakin maju?
Hal ini perlu diwaspadai, karena tahun depan kita harus siap menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang tentunya akan semakin membuat barang dari luar Indonesia semakin membanjiri pasar, dan akan menjadikan persaingan semakin ketat. Jika tidak dipersiapkan dengan matang, bisa-bisa produk lokal akan semakin tergusur dan kehilangan tajinya.
Inilah yang menjadi kepedulian pemerintah saat ini dengan dikeluarkannya peraturan dari menteri perindustrian NO. 69/2014 tentan ketentuan tata cara penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) industri elektronik dan telematika yang mengahruskan suatu produk memiliki kandungan lokal minimal 60% terkait dengan aspek manufaktur produk, pengembangan dan desain. Maka dari itu, sudah terbukti mulai banyak brand lokal yang dengan percaya diri semakin menggencarkan promosi produk unggulannya yang sudah memuat kandungan lokal. Diantaranya adalah Polytron, Evercoss, dan Axioo. Bahkan ketiga pabrik ini sudah mendirikan pabriknya sendiri yang berlokasi di Indonesia.
Melalui merek Polytron, PT. Hartono Istana Teknologi selaku produsennya berencana mendirikan pabrik smartphone dalam negeri di daerah Kudus, Jawa Tengah yang sebelumnya merakit smartphone-ya di negeri Tiongkok. Sedangkan untuk Evercoss dan Axioo yang merupakan produk buatan PT. Aries Indo Global sudah lebih dulu mendirikan pabrik perakitannya di wilayah Semarang.
Sebenarnya produk besutan vendor global masih merajai pasaran, namun bukan berarti produk lokal tidak mengalami kemajuan. Banyak strategi yang sudah dikeluarkan oleh produk lokal untuk meningkatkan penjualan. Hasilnya, dua vendor lokal yakni Cross (sekarang berganti menjadi Evercoos) dan MITO mampu bersaing dengan merek global seperti Samsung, Nokia dan Blackberry di peringkat lima besar vendor smartphone di Indonesia.
Strategi yang cukup ampuh pun diluncurkan oleh vendor lokal diantaranya adalah harga yang murah dan fitur TV Analog yang selama ini belum dimiliki oleh merek branded. Namun, tentu hal ini berimbas pada kualitas dari produk. Inilah yang kini semakin disadari oleh konsumen, sehingga mereka lebih memilih kualitas dan servis yang memuaskan ketimbang harus membeli produk murah namun dengan kualitas dibawah standar. Mereka lebih suka menabung untuk bisa membeli merek global daripada harus membeli produk lokal dengan harga murah. Tak heran, sampai muncul citra smartphone lokal atau buatan Tiongkok adalah merupakan ‘pilihan kedua’.
Vendor lokal tak tinggal diam saja. Mereka mulai bebenah diri dengan teknologi dan semakin berkomitmen untuk memperbaiki kualitas. Terbukti, walaupun banyak vendor lokal yang tergerus arus deras gelombang merek global, namun masih ada beberapa produk lokal yang masih tetap kokoh berdiri dan tetap eksis. Sebut saja Evercoss, Advan, Mito, Smartfren, dan Axioo. Bahkan mereka hingga memproduksi seluruh produknya di Indonesia. Tak hanya merakit, tapi mereka juga memproduksi langsung, meski ada sebagian komponen yang masih harus diimpor. [Baca juga; Menilik eksistensi smartphone lokal]
Namun, bagaimanapun juga langkah besar vendor smartphone lokal tetap patut kita apresiasi. Smartphone merek lokal harus serius bebenah diri secara total agar mampu bersaing dengan merek global, bukan hanya dari segi desain, spesifikasi, fitur yang upto date, namun juga dari segi kualitas produk dan layanan after sales service harus lebih ditingkatkan.